Mar 11, 2017

Mengingat Tragedi Kerusuhan Mei '98 di Indonesia Yang Memakan Banyak Korban Jiwa

Proses transisi pemerintahan di Indonesia sempat mencatatkan sejarah hitam kemanusiaan, proses pergantian masa Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto menuju Reformasi Nasional memakan banyak korban nyawa.

Kerusuhan Mei 1998 diawali dan di picu oleh Tragedi Trisaksi, dimana 4 Mahasiswa yaitu Elang Mulia, Hafidin Royan, Hendriawan dan Heri Hartanto yang merupakan mahasiswa Universitas Trisakti  di tembak dan terbunuh dalam demonstrasi yang di gelar pada tanggal 12 Mei 1998.

mengingat kembali tragedi kerusuhan mei 98 yang memakan banyak korban jiwa
image via kompasiana.com

Demonstrasi Mahasiswa berawal saat Mahasiswa UI menuntut penolakan terhadap Pidato Pertanggung Jawaban Presiden Soeharto yang di sampaikan pada Sidang Umum MPR 5 Maret 1998, serta menuntut mundur Presiden Soeharto dari Jabatannya.

Kerusuhan Mei 1998 kemudian merambat menjadi kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia pada 13-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta.

Kerusuhan ini juga di picu oleh krisis finansial Asia serta di panasi oleh tragedi Trisakti di mana 4 mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.

Pada kerusuhan tersebut Jakarta kemudian berkobar, kerusuhan terjadi di jalan-jalan, pembakaran mobil, toko, penjarahan, perkantoran dan Super Market serta Departement Store habis di bakar Massa yang tersulut Provokasi yang tidak jelas.

Pada tanggal 14 Mei sejumlah pasukan di berangkatkan dari Solo menuju Jakarta, pada saat yang bersamaan pula Jakarta & Solo berkobar dan kerusuhan terjadi di pagi hari.  

kerusuhan mei 98 di jakarta
image via dw.com
Saat itu Jakarta lumpuh total, dan hari itu merupakan puncak dari huru-hara  di Jakarta dan juga di beberapa kota besar di Indonesia.

Kerusuhan kemudian merembet ke aset milik Warga keturunan Tionghoa, mereka menghancurkan, menjarah dan membakar beberapa aset milik Warga keturunan Tionghoa.

Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di kota Jakarta, Medan dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang kemudian diperkosa dan juga mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut.

Bahkan sebagian diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan hebat tersebut, selanjutnya banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. 

Tidak  hanya itu seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Panji Romo Sandyawan, yang bernama Ita Martadinata Haryono, yang juga seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan kemudian dibunuh karena aktivitasnya. 

Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan, penjarahan dan Kerusuhan ini seperti digerakkan secara sistematis dan tidak  hanya sporadis.

Kerusuhan dan amuk massa yang hebat ini kemudian membuat para pemilik toko dan tempat usaha di beberapa daerah kemudian menuliskan di depan toko mereka dengan tulisan "Milik Pribumi" atau "Pro Reformasi" karena takut tempat usahanya ikut di hancurkan massa.

Ditempat yang lain kemudian Presiden Soeharto mengatakan bersedia untuk mengundurkan diri jika rakyat menginginkannya. 

Dia mengatakan hal tersebut di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Dan pada tanggal 15 Mei ‘98, Soeharto kemudian mempersingkat lawatannya di Kairo dan kembali ke Indonesia serta mengatakan bersedia untuk mengundurkan diri. 

Setelah kerusuhan tersebut, kemudian dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tentang kasus kerusuhan ini,  menurut TGPF tercatat bahwa korban meninggal akibat kerusuhan ini mencapai 288 orang, 101 orang mengalami luka-luka, 92 orang wanita menjadi korban perkosaan, ratusan rumah, Mobil, Mall, Dept Store terbakar, menurut kalkulasi kerugian material mencapai Rp.2,5 Trilyun.

Aktor di Balik Kerusuhan Mei 1998
kerusuhan mei 1998 yang menewaskan banyak orang
Dari semua rangkaian kerusuhan Mei 98 di akhiri dengan Turunnya Soeharto menjadi Presiden, banyak keanehan yang terjadi.

Seperti di lansir dari Kompasiana, Kejadian ini diawali dari beberapa lokasi aksi mimbar di depan Kampus UI dimana terdapat sekelompok massa yang di sebut "berambut cepak" dan ada juga sebagian yang "gondrong" mulai memprovokasi massa untuk melakukan unjuk rasa.

Kelompok kecil tersebut memakai baju Ormas yang kemudian mengajak mahasiswa UI untuk keluar melakukan demo bersama.

Namun saat itu mahasiswa tidak terpancing, dan selanjutnya massa berambut cepak dan gondrong tersebut mulai melemparkan batu kedalam kampus serta membakar ban-ban mobil.

Setelah membuat kericuhan tersebut, kemudian Massa tersebut bergerak dan mulai memprovokasi massa yang berada di sekitar Jl. Dr.Cipto Mongunkusumo, selanjutnya mereka berorasi dan memancing masyarakat sekitar untuk melakukan tindakan anarkis.

Kemudian banyak massa yang datang dan bergabung dalam kelompok tersebut, massa ini kemudian bergerak dan membakar Show Room Mobil Timor.

Namun ada yang aneh dari kelompok massa ini, kelompok ini cukup mahir dalam melemparkan bom molotov, serta lihai dalam memprovokasi, dan menyulut kemarahan massa, dilaporkan bahwa kelompok ini selalu datang bergerombol saat di terjunkan ke lokasi Demo dengan menggunakan Mobil Pick Up dan Truck, dan anehnya kelompok ini tiba-tiba menghilang saat kerusuhan mulai bergejolak.

Kenyataannya setelah bertahun-tahun pemerintah Indonesia belum juga mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang di duga sebagai kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 98.

Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti yang cukup kongkret tidak dapat di temukan atas kasus-kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan 98, namun hal ini justru di bantah oleh banyak pihak.

Karena sebab dan juga alasan kerusuhan ini masih diliputi oleh ketidakjelasan serta kontroversi hingga saat ini, namun masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan salah satu lembaran hitam dari sejarah di Indonesia.

Sementara dari pihak Tionghoa berpendapat bahwa aksi kerusuhan massa 98 merupakan tindakan Genosida terhadap warga keturunan Tionghoa.

Kerusuhan ini masih menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, ada yang menyebutkan bahwa peristiwa ini di kendalikan dan di atur oleh sebuah rencana yang sistematis, dan ada yang menyebutkan bahwa kerusuhan ini merupakan murni dari tindakan aksi massa.

Namun lain lagi temuan yang di laporkan majalah Asianweek, dalam Asianweek Investigation yang berjudul Ten Day That Shook Indonesia, menjelaskan tentang siapa dalang di balik kerusuhan Mei '98.

Dalam tulisannya tersebut bahwa penggerak dari Aksi Kerusuhan ini adalah orang-orang superkuat yang mana hukum pun seolah tidak bisa menjamahnya.

Asianweek melakukan wawancara dengan beberapa perwira militer, pengacara, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), para korban serta saksi mata, dan Asianweek menyimpulkan bahwa aksi kerusuhan, penjarahan, pemerkosaan merupakan tindakan yang benar-benar sudah di rencanakan.

Di antara bukti yang didapat selama investigasi tersebut adalah hilangnya 4 perwira polisi lengkap dengan seragamnya beberapa hari sebelum penembakan mahasiswa trisakti. 

Lagi pula, peluru yang diambil dari tubuh korban Trisakti itu bukanlah peluru resmi milik dari kepolisian. 

Belum cukup sampai di situ. Bukti lain juga menyatakan bahwa 2 orang laki-laki, yang kini dalam persembunyian, mengakui bahwa mereka sengaja direkrut untuk aksi memancing kerusuhan. 

Bahkan, sumber-sumber militer mengatakan bahwa untuk pertama kali mereka berhasil menyadap arus komunikasi terhadap beberapa markas AD di Jakarta dengan para kelompok-kelompok provokator pada 14 Mei lalu. 

Pertanyaannya bila kerusuhan itu sengaja digerakkan oleh seorang Aktor, tentu pasti ada dalangnya. Namun Identitas dalang ini memang tidak pernah jelas terungkap. 

Ada beberapa pertanyaan dari beberapa pihak yang merasa aneh dengan kerusuhan Mei 98 ini, pertama Dimana TNI & Polri saat kerusuhan melanda Ibukota sehingga Jakarta menjadi lumpuh Total.

Kedua Mengapa TNI tidak memberlakukan jam malam sebagai situasi darurat keamanan Ibu kota, apakah kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan beberapa daerah lain merupakan pembiaran dari Pemerintah.

Ketiga mengapa Wiranto yang sangat itu menjabat Pangab malah kemudian pergi ke kota Malang pada tanggal 14 Mei 1998 untuk melakukan serah terima PPRC, padahal pada saat itu keadaan Ibu kota sedang dalam keadaan Genting.

Namun salah seorang yang sering disebut-sebut terkait dengan serangkaian aksi kerusuhan tersebut yaitu  Letjen TNI Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat Pangkostrad. 

Bahkan beberapa kalangan juga menilai bahwa keterlibatan Prabowo itu sudah terlihat sangat jelas, namun opsi lain juga bermunculan di benak para pengamat, sedangkan TGPF sendiri menemukan bahwa terdapat sejumlah oknum yang ikut terlibat dalam Aktor kerusuhan ini berlatar belakang Militer.

Kemudian sebagian pihak berspekulasi bahwa Pangab yang saat itu menjabat yaitu Wiranto dan Pangdam Jaya Mayjem Shafrie Sjamsoedin turut melakukan pembiaran atau mungkin mereka aktif terlibat dalam provokasi kerusuhan ini.

Namun siapapun itu aktor di balik Kerusuhan Mei 98 sudah sangat jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia serta Kejahatan Kemanusiaan, dan mereka harus di adili demi tegaknya hukum dan keadilan di Negeri Indonesia.


EmoticonEmoticon