Di Indonesia memiliki banyak ras, suku dan juga budaya yang tersebar di seluruh pulau dari Sabang hingga Merauke, keragaman ras dan suku budaya mereka ternyata memiliki sejarah dan juga kisah unik, salah satunya adalah suku di pedalaman Indonesia yang memiliki keunikan dari segi fisik dan juga budaya.
Beberapa ras dan suku budaya tersebut terdapat beberapa suku yang memiliki fisik yang cukup unik, diantaranya mereka bermata biru serta memiliki rambut berwarna pirang, padahal mereka termasuk kedalam suku yang cukup primitif dan juga tinggal di pedalaman hutan, seperti apa kisahnya, ikuti disini
1. Suku Bermata Biru di Pedalaman Hutan Halmahera

image via indocropcircles.wordpress.com
Di suatu pedalaman hutan belantara di Halmahera, terletak di Provinsi Maluku Utara Indonesia, hiduplah suku yang cukup unik, suku ini di namakan Suku Lingon.
Suku Lingon bisa di katakan sebagai suku yang cukup misterius, dan juga tentang asal-usul keberadaannya masih penuh dengan tanda tanya
Secara fisik suku Lingon ini bukan termasuk kedalam ras Weddoid, Malanesia, Polinesia ataupun Mongolod, seperti rata-rata suku yang hidup di wilayah Halmahera dan juga di wilayah Asia Tenggara pada Umumnya.
Bila di teliti suku ini termasuk kedalam ras Kaukasoid, yaitu ras kebanyakan dari pada orang Eropa pada Umumnya.
Memang secara fisik suku Lingon ini memiliki ciri dan juga postur tubuh yang tinggi, berkulit putih, berambut pirang serta bermata biru, walaupun ada juga beberapa dari mereka yang memiliki rambut berwarna agak kehitaman.
Namun pada dasarnya suku Lingon ini memiliki struktur fisik yang cukup berbeda dengan masyarakat di wilayah Asia Tenggara pada umumnya.
Kemungkinan suku Lingon di kabarkan berasal dari sisa-sisa bangsa portugis yang menghindar dan melarikan diri ke dalam hutan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Namun ada lagi versi yang lain mengatakan bahwa suku lingon berasal dari korban tenggelamnya sebuah kapal yang berhasil menyelamatkan diri dan kemudian menetap di suatu pedalaman.
Menurut kisahnya sekitar 300 tahun yang lalu, ada sebuah kapal yang berasal dari Eropa yang kemudian karam dan tenggelam di dekat perairan Halmahera, di mana sekelompok penumpang tersebut berhasil selamat dan kemudian terdampar di pulau tersebut.
Akhirnya peralatan yang minim akhirnya mereka tidak bisa kembali lagi ke negara asalnya, dan kemudian membangun pemukiman di Halmahera Timur.
Dari sinilah kemudian terbentuk cikal bakal dari suku Lingon Trebe atau biasa di sebut sebagai Lingon saja.
Disaat mereka terdampar dan kemudian menetap di daerah ini, ternyata sudah ada suku-suku yang lainnya yang juga mendiami pulau tersebut, dan akhirnya terjadilah perkawinan campur diantara mereka.
Jumlah populasi dari suku ini tidak di ketahui secara pasti, dan di perkirakan bahwa suku ini hampir punah.
Menurut kisah dan juga cerita masa lalu, bahwa dahulu Suku Lingon sering kali mendapatkan ancaman dan juga gangguan dari suku pesisir yang berada di wilayah pantai.
Ancaman tersebut datang dari suku Togutil yang bermukim di daerah pesisir pantai, mereka sering kali mencoba untuk menculik para gadis-gadis dari suku Lingon yang terlihat cantik dan elok seperti gadis Eropa.
Ada juga kemudian suku-suku yang lain menganggap bahwa Suku Lingon merupakan suku yang sangat berbahaya, karena Suku Lingon dianggap suka memakan daging mentah serta memiliki ilmu sihir, sehingga suku lain yang berada di sekitar merasa terancam dengan kehadiran suku Lingon.
Akibat sering terjadinya konflik dan juga ancaman yang di terima suku Lingon, kemudian mereka terpaksa masuk ke hutan terdalam untuk menghindari gangguan dan juga ancaman dari suku-suku yang lain.
Kemudian setelah mereka menetap di pedalaman hutan selama ratusan tahun, budaya asli mereka yang asalnya dari Eropa, lambat laun mulai pudar dan juga berubah, mereka kemudian beradaptasi dengan budaya setempat yang hampir primitif hingga saat ini, dan hingga kini keberadaan suku Lingon ini masih tetap menjadi misteri yang belum terungkap.
2. Suku Bermata Biru dari Buton Sulawesi Tenggara & Aceh Barat
Foto Ariska Dala - image via hipwee.com
Ternyata suku bermata biru tidak hanya terdapat di Halmahera, ternyata di Buton juga terdapat suku yang memiliki mata berwarna biru.
Seperti di beritakan oleh Good News From Indonesia, La Ode Yusrie menceritakan kisahnya saat bertemu dengan seorang pedagang yang berasal dari Pulau Siompu, Sulawesi Tenggara yang bernama Umar.
Yusrie mengatakan bahwa pada mulanya kedatangannya hanya ingin meneliti tentang kebudayaan dengan melakukan pengamatan terhadap benteng-benteng yang ada di Siompu.
Setelah bertemu Umar fokusnya kemudian berubah, dimana saat itu Umar mengatakan bahwa di salah satu suku yang terdapat di Sulawesi Tenggara terdapat masyarakat yang bermata biru.
Siompu adalah kecamatan yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, pulau ini dapat di capai sekitar 40 menit dengan menggunakan perahu boat dari pelabuhan Topa, Kota Baubah.
Menurut Yusrie bahwa di pulau tersebut terdapat suku masyarakat yang memiliki mata biru, dimana mereka tinggal di suatu pegunungan di Desa Kaimbulawa yang jaraknya cukup jauh dari pusat kecamatan Siompu Timur.
Awalnya Yusrie mengira bahwa perkataan Umar hanya bohong belaka, namun ketika dia datang sendiri ke Desa Kaimbulawa dan kemudian bertemu dengan salah seorang warga yang bernama Dala (50 Tahun) dan juga anaknya yang bernama Ariska Dala (15 tahun) dia baru percaya dengan apa yang dikatakan oleh Umar.
Dala berprofesi sebagai guru SD di Desa Waindawula, dan dia juga menyambi kerja sebagai petani. Yusrie sekarang percaya dengan perkataan Umar setelah bertemu langsung dengan ke-2 orang tersebut.
Menurut Yusrie Dala memiliki perawakan yang mirip dengan orang Eropa, dengan tubuh yang tinggi semampai, kulit yang putih, rambut pirang serta memiliki mata yang biru, demikian juga dengan anaknya Ariska Dala.
Berdasarkan cerita dari Dala, dahulu masyarakat Siompu bersahabat dengan orang Portugis pada abad ke-16.
“Saya hanya mengetahui sedikit. Yang persis tahu sejarahnya itu, kakak saya. Dia sekarang tinggal di Ambon. Dan sebagian besar komunitas ber-mata biru disini sudah banyak yang pindah ke daerah lain, salah satunya ke Ambon. Hanya sedikit saja yang masih tersisa dan kemudian memilih menetap di Siompu,” kata Dala, seperti dilansir dari Kendari Pos.
image via solo.tribunnews.com
Seperti yang Dala ceritakan bahwa sekitar tahun 1600-an, pulau Siompu memang menjadi tempat persinggahan dari pelau-pelaut dari Eropa, salah satunya dari Portugis, dan sebagai bentuk persahabatan dari warga Siompu dengan Portugis saat itu, pemimpin Portugis kemudian mempersunting Gadis asal Siompu yang bernama Waindawula, gadis tersebut merupakan cucu dari La Laja, dimana dia adalah seorang bangsawan Wolio.
Menurut Yusrie dari hasil penelusurannya, saat ini tersisi 3 rumpun yang masih mewariskan pigmen dari keterunan Portugis, dan kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai Petani.
“Sebenernya banyak yang sudah kawin mawing atau kawin silang dengan orang-orang Portugis ketika itu. Dan keturunan mereka juga banyak yang memiliki mata biru. Kalau tidak biru matanya biasanya rambutnya yang berwarna pirang,” Ucap Dala.
Di Desa Kaimbulawa saat ini masih ada kurang lebih 10 orang yang bermata biru, termasuk Dala dan juga anaknya. Sementara keturunan lainnya matanya tidak biru tapi rambutnya pirang serta kulitnya tetap putih.
Jumlah penduduk di desa ini sekitar 20 KK. Dan Jarak rumah di sana pun saling berjauhan satu dengan yang lainnya. Dan Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di kebun.
Tak hanya di Pulau Siompu, fenomena serupa juga hadir di Lamno, Aceh Barat, dan pedalaman hutan Halmahera Timur. Kamu kudu percaya, Indonesia itu kaya
Ternyata pesona gadis yang bermata biru juga ternyata ada di Lamno, Aceh Barat dari dulu hingga saat ini, sama seperti yang di katakan Dala bahwa mereka yang berada di Lamno juga merupakan keturunan dari orang-orang Portugis yang kemudian mendarat di sana.
Dulu pemilik mata biru di desa Lamno begitu mudah di jumpai, namun saat ini sangat jarang, karena daerah ini termasuk yang terkena dampak Tsunami tahun 2004 silam.
Pesona gadis bermata biru juga dikenal di Lamno, Aceh Barat sejak dulu hingga kini. Sama seperti yang Dala bilang, mereka yang di Lamno juga keturunan orang-orang Portugis yang mendarat di sana. Dulu, pemilik mata biru di Lamno begitu mudah ditemui, namun kini yang terjadi sebaliknya, lantaran daerah tersebut termasuk yang terkena dampak tsunami 2004 silam.
Bagaimanapun juga keberagaman suku-suku dan juga ras serta budaya di Indonesia harus tetap terjaga demi warisan budaya serta keberlangsungan hidup mereka hingga kapanpun juga.
EmoticonEmoticon